Studi Psikologi Arsitektur

Bagi para akademisi, Psikologi Arsitektur lebih dipahami sebagai studi terhadap bangunan dan pengaruhnya terhadap perilaku manusia yang ada di dalamnya atau kajian khusus yang berorientasi pada kondisi psikologis sekelompok pengguna bangunan dengan karakteristik sejenis (dalam Halim, 2005).

Sebenarnya istilah Psikologi Arsitektur kurang tepat digunakan karena berasal dari Architectural Psychology, sehingga padanan kata yang lebih sesuai adalah Psikologi Kearsitekturan. Namun untuk kepentingan rasa bahasa dan komunikasi, maka dipakai istilah Psikologi Arsitektur. Istilah Psikologi Arsitektur mengindikasikan arsitektur sebagai sesuatu yang memiliki Psyche (roh) dalam menghimbau para arsitek untuk menciptakan karya arsitektur yang memiliki roh.
Psikologi Arsitektur adalah sebuah bidang studi yang mempelajari antara hubungan binaan dan dan perilaku manusia, di mana keduanya saling mempengaruhi satu terhadap yang lain.
Dalam Sejarahnya, Psikologi Arsitektur adalah sebuah area disiplin baru dalam bidang psikologi yang mulai berkembang sekitar tahun 1950-an dan kemudian sejak tahun 1960-an mulai diperkenalkan secara formal di bidang akademik melalui jalur Psikologi Lingkungan. Perkembangan bidang baru yang berangkat dari riset psikologi ini meliputi studi mengenai ketertarikan manusia pada karakteristik fisik sebuah lingkungan binaan (Proshansky dkk dalam Halim, 2005) atau studi yang melihat hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungan sosiofisik (Stokols, Stokols & Altman dalam Halim, 2005).
Dalam dunia arsitektur, sebenarnya telah lama tumbuh dan berkembang rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap desain para arsitek yang sering juga disebut sebagai desain egosentrik, yaitu desain bangunan yang terlihat hanya sebagai sebuah sarana pemenuhan kepuasan atas kebutuhan estetik dan self-affirmation (penegasan diri) dari sang arsitek. Orientasi desain seperti ini pada akhirnya hanya menciptakan personal monuments ketimbang merencanakan bangunan-bangunan yang harusnya berorientasi pada kebutuhan pemakai.
Oleh karena itulah, psikologi arsitektur sesungguhnya menguji hubungan antara variable lingkungan binaan dengan tindakan, pemikiran dan perasaan manusia. Studi psikologi arsitektur menurut arsitek adalah untuk selalu melibatkan dampak psikologi dalam desain. Bangunan tidak dilihat hanya sebagai bangunan saja, melainkan sebuah tempat yang menyenangkan untuk bekerja. Ketika rasa nyaman orang dapat kita penuhi, mereka biasanya merespon secara positif pada lingkungan yang kita desain.

(Maksih banyak buat mas Deddy Halim dalam bukunya : Psikologi Arsitektur, 2005)

0 Comments:

Post a Comment